Rabu, 26 November 2014

HAKIKAT , LANGKAH, DAN PRINSIP JOYFUL LEARNING



HAKIKAT  JOYFUL LEARNING
Menurut E. Mulyasa (2006:191-194) pembelajaran menyenangkan (joyfull learning) merupakan suatu proses pembelajaran yang di dalamnya terdapat sebuah kohesi yang kuat antara pendidik dan peserta didik, tanpa ada perasaan terpaksa atau tertekan (not under pressure). Dengan kata lain, pembelajaran menyenangkan adalah adanya pola hubungan yang baik antara guru dan siswa dalam proses  pembelajaran. Guru memposisikan diri sebagai mitra belajar siswa, bahkan dalam hal tertentu tidak menutup kemungkinan guru belajar dari siswanya. Hal ini dimungkinkan karena pesatnya perkembangan teknologi informasi tidak memungkinkan lagi guru untuk mendapatkan informasi lebih cepat dari siswanya. Pembelajaran menyenangkan adalah suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada  belajar sehingga waktu curah perhatiannya ("time on task") tinggi (Depdiknas, 2004:3, 3-8). Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah perhatian terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika  proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajara memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang dicapai. Jika pembelajaran hanya  
aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa Pembelajaran menyenangkan berarti sesuai pembelajaran yang tidak membosankan. Jika siswa terlibat langsung sebagai subjek belajar, mereka selalu senang dalam belajar (Zuroidah, 2005:36). Jadi yang dimaksud pembelajaran yang menyenangkan (joyfull learning) dalam penelitian ini sebenarnya merupakan metode, konsep dan praktik  pembelajaran yang merupakan sinergi dari pembelajaran bermakna, pembelajaran kontekstual, teori konstruktivisme, pembelajaran aktif (active learning) dan  psikologi perkembangan anak.  kehidupan sehari-hari, bahkan dengan berbagai topik yang sedang “ in”  berkembang dimasyarakat. Prinsip pembelajaran yang menyenangkan (Joyfull Learning) adalah apabila siswa senang dan belajar tahu untuk apa dia belajar. Menurut Gordon Dryden (2000:22) bahwa belajar akan efektif jika dilakukan dalam suasana yang menyenangkan. Joyfull Learning merupakan metode belajar mengajar yang menyenangkan. Belajar adalah kegiatan seumur hidup yang dapat dilakukan dengan cara menyenangkan dan berhasil. Guna mendukung proses Joyfull Learnin maka perlu menyiapkan lingkungan sehingga semua siswa merasa penting, aman, dan nyaman. Ini dimulai dengan lingkungan fisik yang kondusif yang diperindah dengan tanaman, seni dan musik. Ruangan harus terasa pas untuk kegiatan belajar seoptimal mungkin. (Bobbi De Porter, 2000 : 8 ) Mereka dapat belajar dari lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya (contextual teaching and learning). Mereka juga bergembira dalam belajar karena memulainya dari sesuatu yang telah dimilikinya sendiri, sehingga timbul rasa percaya diri dan itu akan menimbulkan perasaan diakui dan dihargai yang menyenangkan hatinya karena ia diberi kesempatan untuk mengekspresikan dirinya (teori konstruktivisme) sesuai ciri-ciri perkembangan fisiologis dan psikologisnya. Hal tersebut pada gilirannya akan memotivasi mereka untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran karena atmosfer  pembelajaran yang sesuai kepentingannya dan diciptakannya sendiri. Jadi faktor untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan (Joyfull Learning) adalah  penciptaan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan dan merangsang anak ntuk belajar. Suasana kelas yang diciptakan penuh kegembiraan akan membawa kegembiraan pula dalam belajar. (Prof. Dr. Mukhlas Samni, M.Pd, 2000 : 1) Pembelajaran yang dirancang secara menyenangkan akan menimbulkan motivasi belajar siswa dan terus bertambah. Dengan demikian efektivitas belajar akan berjalan dengan baik. Proses ini mensyaratkan guru sudah mengetahui secara  persis liku-liku materi pembelajaran yang akan dipelajari. Siswa bersikap dewasa, terbuka, dan memiliki komitmen tinggi untuk belajar. Suasan akan terbangun secara demokratis dan siswa sendiri akan merasa senang karen keinginan, keberadaan, dan otonominya sebagai siswa diakomodasi oleh guru. Perasaan senang dapat hadir seiring dengan tujuan pendidikan yang dapat diserap dengan  baik dan mudah. Hal tersebut dapat tejadi karena seseorang yang berada dalam kondisi yang menyenangkan tahan dan sigap dalam menghadapi beragam bentuk tantangan. Sebaliknya, seseorang yang sulit mengendalikan emosi akan mengalami “Emosional Hijacking” (Pembajakan Emosi), berarti orang tersebut akan terlanda “Nervous” (Kegugupan) dan mudah keliru dalam mengambil keputusan atau menggunakan “IQ -nya”. Guna mengetahui berhasil tidaknya  mendidik seorang  siswa, dapa diketahui melalui tiga faktor penting: Pertama, adalah “Improvement”  (Pertumbuhan). Indikasinya adalah perubahan sikap kearah yang lebih baik. Pendidikan dikatakan berhasil, apabila guru tahu cara membantu muridnya agar menjadi dewasa yang mencintai dan memanfaatkan kehidupan secara maksimal dan mengerti cara memeca hkan masalah ataupun menghilhami orang lain untuk meningkatkan peran dalam kehidupannya. Kedua adalah “Development” (Pengembangan). Pengembangan yang dimaksud adalah bagaimana seseorang dapat sukses dalam pendidikan dan mampu melakukan sebuah aktivitas, yang dibarengi dengan menjadikan orang lain menjadi sukses. Ketiga adalah “Empowerment” (Pemberdayaan). Berkaitan dengan pemberdayaan, maka yang  menjadi fokus adalah “Keunikan”, dimana anak memiliki kecakapan yang  beragam. Semua orang mempunyai potensi untuk berhasil dengan keunikan masing-masing.  
 LANGKAH JOYFULL LEARNING
Sampai kira-kira anak-anak berusia remaja, pembelajaran yang menyenangkan akan seiring dengan belajar sambil bermain, yang mau tidak mau akan mengajak siswa untuk aktif. Sambil bermain mereka aktif belajar dan sambil  belajar mereka aktif bermain. Dalam bermain mereka mendapatkan hikmah esensi suatu pengetahuan dan keterampilan, sambil belajar mereka melakukan refreshing agar kondisi kejiwaan mereka tidak dalam suasana tegang terus-menerus. Tidak ada metode standar untuk pembelajaran yang menyenangkan ini. Setiap guru sesuai dengan konteks kelas dan perkembangan usia mental siswa dapat memilah dan memilih metode yang sesuai atau bahkan metode yang diciptakannya sendiri. Joyfull learning menggunakan proses pembelajaran yang diaplikasi kepada siswa dengan menggunakan pendekatan riang melalui game, quiz, dan aktivitas-aktivitas fisik lain. Joyfull learning menggunakan pendekatan-pendekatan  permainan, rekreasi, dan menarik minat yang menimbulkan perasaan senang, segar, aktif, dan kreatif yang tak pelak lagi sangat dibutuhkan untuk mereduksi kebosanan dan ketegangan belajar yang hari demi hari dialami siswa. Pembelajaran menye nangkan atau joyful learning diterapkan dan dilatar belakangi oleh ke nyataan bahwa pembelajaran model konvensional dinilai menjemukan, kurang menarik bagi para siswa sehingga berakibat kurang optimalnya penguasaan materi bagi siswa (Rahmawati, 2008: 1). Selain itu Catarinacatur (2008: 1) berpendapat bahwa joyful learning dapat mempercepat  penguasaan dan pemahaman materi pelajaran yang dipelajari, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk belajar lebih cepat. Materi pelajaran yang sulit dibuat menjadi mudah, sederhana dan tidak bertele-tele sehingga tidak terjadi kejenuhan dalam belajar. Keberhasilan belajar tidak ditentukan atau diukur lamanya kita duduk di belakang meja belajar, tetapi ditentukan oleh kualitas cara  belajar kita. Tahapan pembelajaran joyfull learning yaitu : a. Tahap Persiapan Tahap persiapan berkaitan dengan persiapan siswa untuk belajar. Tanpa itu siswa akan lambat dan bahkan bisa berhenti begitu saja. Tujuan dari  persiapan pembelajaran alah untuk: 1.Mengajak siswa keluar dari keadaan mental yang pasif. 2.Menyingkirkan rintangan belajar. 3.Merangsang minat dan rasa ingin tahu siswa. 4.Memberi siswa perasaan positif mengenai, dan hubungan yang bermakna dengan topik pelajaran. 5.Menjadikan siswa aktif yang tergugah untuk berpikir, belajar, menciptakan, dan tumbuh. 6.Mengajak orang keluar dari keterasingan dan masuk kedalam komunitas  belajar. Dengan hal tersebut akan berdampak secara psikis kepercayaan diri untuk bisa memperoleh apa yang menjadi tujuan yang ia inginkan. Pada tahap ini guru me mberikan motivasi berupa kata  kata dan lagu
 – lagu/ nyanyian yang dapat membuat siswa keluar dari tasa tertekan dan menjadi tertarik dengan  pembelajaran.  b. Tahap Penyampaian Tahap penyampaikan dalam siklus pembelajaran dimaksudkan untuk mempertemukan pembelajaran dengan materi belajar yang mengawali proses  belajar secara positif dan menarik. Pada tahap ini guru menyampa ikan materi belajar ya ng dikaitkan dengan hal-hal nyata yang dapat ditemui siswa dalam kehidupan sehari-hari dan diasosiasikan dengan apa yang sudah diketahui dan diingat siswa sebelumnya. c. Tahap Pelatihan Pada tahap inilah pembelajaran yang berlangsung sebenarnya. Apa yang dipikirkan, dan dikatakan serta dilakukan siswalah yang menciptakan  pembelajaran, dan bukan apa yang dipikirkan, dikatakan, dan dilakukan oleh guru. Pada tahap ini dapat dilakukan dengan meminta siswa berulang-ulang mempraktikkan suatu keterampilan (andaipun tidak berhasil pada mulanya), mendapatkan umpan balik segera, dan mempraktikkan keterampilan itu lagi. Mintalah siswa membicarakan apa yang mereka alami, perasaan mereka mengenainya, dan apa lagi yang mereka butuhkan untuk meningkatkan  prestasinya. Pembelajaran dibuat seolah-olah siswa sedang bermain dalam hal ini dengan menggunakan metode kuis atau dapat juga dengan metode yang lain serta dalam penyampaian diberi gambar-gambar atau animasi yang dapat membuat siswa menjadi tertarik dan senang dengan pembelajaran. Khususnya metode kuis, saat pembelajaran siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang akan bersaing dalam kuis untuk menjadi juara. Agar lebih menarik dan memancing keaktifan siswa diberikan hadiah-hadiah dan pujian bagi siswa yang aktif dalam kuis. Serta saat pembelajaran berla ngsung bisa diselingi dengan humor yang dapat membuat siswa lebih menikmati pembelajaran yang sedang berlangsung. d. Teknik Penutup. Banyak kasus dalam menyampaikan pelajaran dalam akhir semester atau dalam akhir jam guru menjelaskan agar materinya selesai. Namun dengan ini, malah akan tidak efektif yang seharusnya dilakukan adalah pada pemahaman guru dalam
 joyfull learning  hendaknya memberi penguatan kepada materi yang telah diterima oleh siswa dengan memusatkan perhatian, hal itu peluang ada cara mengingat yang kuat akan apa yang terjadi. Pada tahap ini guru bersama siswa menyimpulkan pembelajaran yang didapatkan. Menutup pembelajaran dengan kata-kata dan nyanyian/ lagu yang menyenangkan bagi siswa. Apabila fasiltas dan waktu memungkinkan dapat juga mendapatkan umpan balik segera, dan mempraktikkan keterampilan itu lagi. Mintalah siswa membicarakan apa yang mereka alami, perasaan mereka mengenainya, dan apa lagi yang mereka butuhkan untuk meningkatkan  prestasinya. Pembelajaran dibuat seolah-olah siswa sedang bermain dalam hal ini dengan menggunakan metode kuis atau dapat juga dengan metode yang lain serta dalam penyampaian diberi gambar-gambar atau animasi yang dapat membuat siswa menjadi tertarik dan senang dengan pembelajaran. Khususnya metode kuis, saat pembelajaran siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang akan bersaing dalam kuis untuk menjadi juara. Agar lebih menarik dan memancing keaktifan siswa diberikan hadiah-hadiah dan pujian bagi siswa yang aktif dalam kuis. Serta saat pembelajaran berla ngsung bisa diselingi dengan humor yang dapat membuat siswa lebih menikmati pembelajaran yang sedang berlangsung. d. Teknik Penutup. Banyak kasus dalam menyampaikan pelajaran dalam akhir semester atau dalam akhir jam guru menjelaskan agar materinya selesai. Namun dengan ini, malah akan tidak efektif yang seharusnya dilakukan adalah pada pemahaman guru dalam
 joyfull learning  hendaknya memberi penguatan kepada materi yang telah diterima oleh siswa dengan memusatkan perhatian, hal itu peluang ada cara mengingat yang kuat akan apa yang terjadi. Pada tahap ini guru bersama siswa menyimpulkan pembelajaran yang didapatkan. Menutup pembelajaran dengan kata-kata dan nyanyian/ lagu yang menyenangkan bagi siswa. Apabila fasiltas dan waktu memungkinkan dapat juga

PRINSIP JOYFULL LEARNING
Pembelajaran yang menyenangkan sebenarnya merupakan metode, konsep dan praktik pembelajaran yang merupakan sinergi dari pembelajaran bermakna,  pembelajaran kontekstual, teori konstruktivisme, pembelajaran aktif (active learning) dan psikologi perkembangan anak. Dengan demikian walaupun esensinya sama, bahkan metodologi pembelajaran yang dipilih juga sama, tetap ada spesifikasi yang berbeda terkait dengan penekanan konseptualnya yang relevan dengan perkembangan moral dan kejiwaan anak. Anak akan bersemangat dan gembira dalam belajar karena mereka tahu apa makna dan gunanya belajar, karena belajar sesuai dengan minat dan hobinya (meaningful learning) karena mereka dapat memadukan konsep pembelajaran yang sedang dipelajarinya dengan 

di akses dari http://www.scribd.com/doc/191253011/PROPOSAL-PENELITIAN-docx

menulis kutipan dan daftar pustaka yang baik yang seperti apa ?



1.      Contoh kutipan kalimat langsung
 

Terkait dengan berbagai wujud kelompok manusia Koentjaraningrat (2009: 113) menyatakan bahwa “ragam tingkah laku manusia memang bukan disebabkan karena cirri-ciri ras, melainkan karena kelompok-kelompok tempat manusia itu bergaul dan berinteraksi”.

2.      Contoh kutipan kalimat tidak langsung

Peserta didik, pendidik dan tujuan pendidikan merupakan komponen sentral dalam pendidikan (Siswoyo, 2011: 83). Karena dalam suatu proses pendidikan, pendidik dan juga peserta didik mempunyai tujuan tertentu yang hendaknya dicapai untuk kepentingan peserta didik.

3.      Contoh penulisan daftar pustaka

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta.
Siswoyo, Dwi., dkk. 2011. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
4.      Contoh penulisan daftar pustaka dengan empat pengarang

Rukiyati., dkk. 2008. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: UNY Press.
Izzaty, Rita E., dkk. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: UNY Press.
Amirin, Tatang M., dkk. 2010. Manajemen Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

5.      Contoh penulisan daftar pustaka pada buku terjemahan

Weber, Max. 1946. Sosiologi. Terj. Sociology oleh Noorkholis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tubbs, Strewart L., dan Sylvia Moss. 1996. Human Communication atau komunikasi insane. Terj. Deddy Mulyana. Bandung: Rosda Karya.

6.      Contoh penulisan daftar pustaka pada jurnal

Muryanti. 2012. “ Islam dan Gerakan Sosial dalam jurnal Sosiologi Reflektif Karya  Napsiah”. FISHUM UIN Sunan Kalijaga. Vol. 6, Nomor 2, April 2012.

Jurdi, Syarifuddin. 2006. “Menggagas Paradigma Sosiologi Integratif dalam jurnal Sosiologi Reflektif Karya Sulistyaningsih. FISHUM UIN Sunan Kalijaga. Vol. 1, Nomor 1, Oktober 2006.

7.      Contoh penulisan daftar pustaka pada internet

Istiqfaiyah, Lyli. 2013. Pengertian sosialisasi menurut para ahli. Diakses dari http://lilyistigfaiyah.blogspot.com/2013/01/pengertian-sosialisasi-menurut-para-ahli.html pada tanggal 15 April 2013.
Sukarjo. 2013. Pengertian Sosiologi. Diakses dari http://sosiologibse.blogspot.com/2013/03/pengertian-sosiologi.html pada tanggal  14 April 2013.


diakses dari http://nicofergiyono.blogspot.com/2013/04/cara-menulis-kutipan-dan-daftar-pustaka.html
 

Joyful Learning (pembelajaran yang menyenangkan)



Dunia pendidikan dan pelatihan (diklat) merupakan dunia yang penuh warna warni. Dunia diklat juga merupakan dunia yang sangat strategis sehubungan dengan kemajuan sumber daya manusia. Oleh karena itu, pendidikan dan pelatihan memerlukan penanganan yang serius dan sungguh-sungguh. Di samping itu, ia juga memerlukan sentuhan-sentuhan kreatif dan imajinatif yang sejalan dengan “apa adanya” manusia serta “kekinian” zaman. “Apa adanya” manusia merujuk kepada penanganan diklat yang menyentuh semua bagian diri manusia yang terdiri atas fisik, pikiran dan hati. Sedangkan “kekinian” zaman merujuk kepada pendidikan dan pelatihan yang aplikatif dan mengadaptasikan dirinya terhadap kondisi saat ini, baik dari segi isi, metode maupun manfaat.
Ada banyak teori yang dikemukakan para pakar untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan. Salah satu metode yang berusaha mengakomodir kepentingan fisik, pikiran dan hati manusia sesuai situasi dan kondisi saat ini adalah metode Joyful Learning (pembelajaran yang menyenangkan).
 
Apa itu Joyful Learning?

Joyful Learning merupakan metode pembelajaran yang melibatkan rasa senang, bahagia, dan nyaman dari pihak-pihak yang sedang berada dalam proses belajar mengajar. Di sini terdapat keterikatan cinta dan kasih sayang antara fasilitator dan peserta diklat maupun antar peserta diklat. Tak ubahnya seperti ikatan cinta antara sepasang kekasih, keterikatan hati di dalam proses belajar mengajar akan membuat masing-masing pihak berusaha memberikan yang terbaik untuk menyenangkan pihak lain. Fasilitator dengan semangat menggebu-gebu akan berusaha optimal memimpin kelas dengan cara yang paling menarik, sedangkan peserta dengan antusias dan berlomba-lomba ikut aktif ambil bagian dalam setiap kegiatan. Dengan demikian, Joyful Learning menjadi sarana yang membuat fasilitator maupun peserta diklat menjadi betah menjalani sesi demi sesi pelajaran sehingga hasilnya akan maksimal.

3 Gaya Belajar

Dalam metode joyful learning, pengajar yang merupakan fasilitator mencari bahan-bahan dan alat-alat pengajaran yang paling menarik perhatian para peserta diklat. Ia juga menerapkan kegiatan-kegiatan yang dapat membuat kelas menjadi bergerak dan dinamis. Untuk itu, seorang fasilitator terlebih dahulu perlu memahami perbedaan gaya belajar peserta diklat.
Secara garis besar, ada tiga gaya belajar (learning style), yaitu audio, visual dan kinestetik. Orang yang memiliki gaya belajar audio lebih tertarik dan memahami pelajaran yang disampaikan dengan suara. Sedangkan orang dengan gaya belajar visual cenderung lebih mudah dan cepat menerima informasi melalui penglihatannya, baik berupa tulisan maupun gambar. Selanjutnya, pembelajar kinestetik sangat senang belajar dengan aktifitas fisik yang langsung bersentuhan dengan objek yang dipelajari.
Dengan mempertimbangkan beragamnya gaya belajar tersebut, maka bahan, alat dan kegiatan yang dipilih melibatkan sebanyak mungkin indera. Hampir mustahil untuk membagi-bagi kelas peserta berdasarkan perbedaan gaya belajar mereka. Oleh sebab itu, maka bahan, alat dan kegiatan yang digunakan dikompilasi agar dapat mengakomodir gaya belajar seluruh peserta diklat. Beberapa saat fasilitator menyampaikan materi dengan suara. Selain itu ia juga menampilkan tulisan, gambar atau rekaman video. Di saat yang lain ia mengajak peserta bermain peran, games atau mengadakan lomba. Tak terkecuali dalam proses ini melakukan aktivitas-aktivitas yang “heboh” seperti bertepuk tangan, menyanyi, berlari, dan sebagainya. Semua ini tidak hanya akan membuat kelas menjadi hidup, namun juga menyalurkan kebutuhan ketiga gaya belajar di atas. Semakin banyak indera yang terlibat, semakin baik proses penyerapan materi.
Dalam dunia modern saat ini, tidaklah sulit mencari bahan-bahan maupun games yang berguna untuk pengajaran. Dengan hanya mengklik beberapa website di internet ditambah dengan ide-ide segar dan kreatif, seorang fasilitator dapat memperoleh ribuan bahan dan games siap pakai.
Tidak perlu khawatir menggunakan games yang biasa dimainkan anak-anak. Bahkan orang dewasapun butuh bermain. Tak heran jika di banyak tempat kita melihat orang-orang kantoran sedang asyik main Play Station, Point Blank, zuma, dan berbagai games lainnya. Mengapa? Karena main game itu mengasyikkan, bisa membuat orang lupa waktu dan tempat. Begitu juga jika hal ini diterapkan dalam proses pembelajaran. Bukan hanya menghindarkan kejenuhan dan rasa kantuk, kegiatan-kegiatan yang “heboh” seperti ini akan meninggalkan kesan yang lama dalam memori peserta diklat. Tentu saja games yang dipilih disesuaikan dengan topik yang sedang dibicarakan.
Setelah selesai melakukan sebuah game atau kegiatan tertentu, fasilitator kemudian mencari feedback dari peserta. Diskusi tentang refleksi atau makna dari kegiatan atau game yang telah dimainkan akan merangsang imajinasi peserta. Berbagai pendapat akan muncul sehingga makin memperkaya wawasan dan ilmu.
Kegiatan seperti ini juga dapat menghindarkan fasilitator dari kesan menggurui. Apalagi mengingat bahwa para peserta diklat adalah orang dewasa yang memiliki banyak pengetahuan dan pengalaman. Untuk itu, fasilitator membuka kesempatan sebanyak-banyaknya kepada peserta untuk memberikan pendapat. Menahan diri untuk tidak “mengajari” mungkin akan sulit. Namun boleh jadi fasilitator akan terkejut dengan kehebatan dan kepintaran peserta menyelesaikan suatu masalah. Bahkan pendapat mereka bisa jadi lebih baik dan tepat dengan situasi aktual. Jika begitu, mengapa menyusahkan diri sendiri untuk menjadi orang paling pintar?

Keseimbangan Otak Kiri dan Otak Kanan

Teori tentang pembagian otak kiri dan otak kanan serta perbedaan fungsi kedua hemisphere otak tersebut dikemukakan oleh seorang peneliti bernama Roger Sperry. Otak kiri identik dengan rapi, angka, tulisan, bahasa, hitungan, logika, analitis, matematis dan sistematis. Proses berpikirnya bersifat logis, sekuensial, linear, dan rasional. Sedangkan otak kanan identik dengan kreativitas, persamaan, khayalan, bentuk atau ruang, emosi, musik dan warna serta cenderung tidak memikirkan hal-hal yang terlalu mendetail. Cara berpikirnya bersifat acak, tidak teratur, intuitif dan holistik.
Kedua belahan otak ini penting. Oleh karena itu, pembelajaran yang baik adalah yang melibatkan keduanya. Mengapa? Karena kedua belahan otak memerlukan aktivitas yang seimbang untuk menghindari kelelahan. Sistem pembelajaran dengan metode ceramah, misalnya, lebih banyak merangsang kerja otak kiri. Jika ini berlangsung selama berjam-jam, maka otak kiri dipaksa melakukan aktivitas yang berlebihan, sementara otak kanan dibiarkan menganggur. Tidak hanya membuatnya kelelahan, aktivitas berlebihan memaksa otak kiri agar mengambil nutrisi makanan berupa oksigen dan glukosa dari otak kanan. Ini mengakibatkan otak kanan kekurangan nutrisi. Untuk memenuhi kebutuhannya, otak kanan memerintahkan pemiliknya untuk mendapatkan oksigen dan glukosa dengan aktivitas-aktivitas tertentu. Alhasil, mulailah sang pemilik otak melakukan aksi mengkhayal atau melamun, coret-coret, bercanda, dan sebagainya. Ini merupakan konsekwensi dari pemenuhan kebutuhan otak kanan terhadap nutrisi tadi.
Jika hal itu terjadi ketika proses pembelajaran sedang berlangsung, sesungguhnya fasilitator tidak dapat menyalahkan peserta. Sebaliknya, ia sesegera mungkin menerapkan metode pengajaran yang berbeda untuk mendapatkan kembali semangat dan perhatian peserta. Mencari aktivitas-aktivitas yang dibutuhkan oleh otak kanan akan menjadi solusi yang jitu. Kegiatan yang berhubungan dengan hiburan semisal menyanyi, pemutaran video klip lucu, bermain peran, games atau lomba merupakan beberapa alternatif yang dapat digunakan.
Demikian pula sebaliknya. Proses pembelajaran yang terlalu banyak menstimulasi fungsi otak kanan akan membuatnya kelelahan. Alih-alih menikmati games yang dimainkan terus menerus, peserta lebih memilih membaca buku atau modul, mencatat, diskusi dengan teman tentang pelajaran, dan sebagainya.
Metode Joyful Learning menyeimbangkan antara fungsi otak kiri dan otak kanan. Seimbang berarti kedua-duanya diaktifkan. Tidak perlu menunggu hingga salah satu hemisphere otak mengalami kelelahan seperti contoh di atas. Oleh karena itu, sebelum masuk kelas seorang fasilitator seyogyanya telah mendisain bahan, alat dan kegiatan yang diperhitungkan dapat merangsang kerja otak kiri dan kanan di sepanjang pertemuan.
Satu aktivitas bisa jadi dapat mengaktifkan otak kiri dan otak kanan sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Misalnya, pemutaran video yang disertai dengan ilustrasi dan penjelasan detil tentang suatu masalah. Atau memberi tugas hitungan (pajak, bea masuk atau cukai, misalnya) dengan bermain peran, dimana setting tempat dibuat sama seperti di kantor. Termasuk juga menghapal rumus melalui lagu atau dengan memainkan game tertentu, lalu mendiskusikannya.
Untuk keperluan ini, seluruh bagian dalam ruangan kelas bisa dimanfaatkan. Dinding kelas dapat ditempeli kertas yang berisi tulisan-tulisan maupun gambar-gambar warna warni yang berhubungan dengan pelajaran dan motivasi. Meja-kursi dapat dipindah-pindah untuk melakukan aktivitas tertentu dan untuk menghindari kejenuhan. Pendeknya, mengoptimalkan fungsi kedua bagian otak. 

Pentingnya Memuji

Banyak teori pendidikan yang menyatakan bahwa materi pelajaran akan tahan lama dalam ingatan ketika proses pembelajaran dikaitkan dengan emosi positif yang kuat. Disebutkan pula bahwa stres, kebosanan, kebingungan, motivasi rendah dan kecemasan dapat mengganggu proses belajar.
Metode joyful learning menciptakan suasana yang segar dan jauh dari perasaan tertekan. Dengan kepiawaiannya, fasilitator menghadirkan kegembiraan dalam proses pembelajaran. Ia dan para peserta saling support dan saling transfer energi positif.
Satu hal yang dapat memberi efek positif kuat dalam emosi seseorang adalah pemberian pujian. Secara naluriah, orang senang dipuji. Pujian dapat membuat orang merasa bangga terhadap dirinya. Pujian juga dapat menimbulkan dan meningkatkan rasa percaya diri. Akibatnya orang tersebut akan termotivasi untuk melakukan suatu pekerjaan dengan lebih baik.
Selain itu, pujian fasilitator terhadap peserta diklat dapat menimbulkan rasa suka dan kedekatan. Rasa suka menjadi pintu gerbang yang sangat baik untuk memunculkan rasa percaya dan loyalitas. Dengan modal ini, seorang fasilitator akan lebih mudah melakukan persuasi dan kontrol terhadap peserta.
Pujian yang baik adalah pujian dengan cara yang benar, yakni apa adanya alias tidak mengada-ada dan dilakukan dengan tulus. Tidak perlu berlebih-lebihan, namun juga tidak “pelit” pujian. Ini dapat dilakukan di sepanjang proses pembelajaran dengan berbagai bentuk seperti acungan jempol, tepuk tangan, atau ungkapan “bagus, hebat, cerdas”. Intinya adalah memberikan dukungan emosional terhadap apa yang telah dilakukan oleh peserta, sekecil apapun, sehingga ia merasa dihargai.