Jumat, 02 Oktober 2015

SYARAF PUSAT DAN OTONOM (Laporan Praktikum Fisiologi Hewan)



SYARAF PUSAT  DAN OTONOM

 (Laporan Praktikum Fisiologi Hewan)
Oleh
Robbin Yama Shita
1113024060 
PENDAHULUAN



1.1.Latar belakang
 Gerak pada hewan karena dipengaruhi oleh sistem saraf. Hal ini dapat terjadi apabila sebuah rangsangan (impuls) dapat respon oleh system saraf pusat lalu diteruskan ke otot hingga terciptalah sebuah gerakan. Sistem saraf mengkoordinasi gerakan yang dilakukan oleh otot agar menjadi suatu gerakan yang terkoordinasi. Oleh karena itu gerak yang ditimbulkan dapat dilihat sedemikian rupa sehingga terlihat adanya suatu aktivitas. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan sum-sum tulang belakang.
Pemahaman tentang syaraf pusat dan otonom pada hewan diharapkan akan semakin di fahami setelah dilakuakan percobaan ini, maka pada percobaan kali ini akan coba dipelajari mengenai syaraf pusat dan otonom pada hewan.
1.2.Tujuan percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu:
a.       Mempelajari fungsi dari bagian-bagian susunan syaraf pusat.

II.                TINJAUAN PUSTAKA

Sistem saraf manusia terbagi atas sistem saraf tepi dan sistem saraf pusat. Yang dimaksud dengan sistem saraf tepi (peripheral nervoussystem) adalah semua serabut saraf yang berada diluar otak atau sumsum belakang. Yang dimaksud dengan sistem saraf pusat (central nervoussystem) adalah bagian yang mengatur keIja saraf tepi yang terdapat di otak (brain), batang otak (brainstem), dan sumsum belakang (sPinal corr!).Otak itu sendiri terdiri dari 2 bagian besar, yaitu otak besar (cerebrum) dan otak kedl (cerebellum)
 Sel syaraf memiliki dua sifat dasar yaitu:
1. Iritabilitas yaitu kemampuan memberikan respon apabila terdapat rangsangan. Umumnya berkembang pada ujung syaraf sensoris dan reseptor yang mampu mendeteksi perubahan lingkungan
2.  Konduktivitas yaitu kemampuan untuk menghantarkan impuls atau gelombang iritabilitas (Ridwan,2011)

Sel saraf merupakan sel yang cukup besar dan panjang dibandingkan sel-sel lainnya dalam tubuh hewan. Dimulai dari ujung jari hingga ke pusat saraf (sum-sum tulang belakang). Berdasarkan morfologi sel saraf, bagian-bagian sel terdiri dari dendrit, badan sel dengan intinya, akson dengan nodus ranvier dan lapisan myelin serta neurit. Berdasarkan tipe morfologi sel-sel saraf, ada empat macam sel saraf yaitu, bipolar, unipolar, multipolar dan interneuron. Bentuk morfologi sel-sel saraf ini tergantung pada fungsinya ( Widiastuti, 2002).
Otak depan merupakan pusat saraf utama, karena memiliki fungsi yang penting dalam pengaturan semua aktivitas tubuh, khususnya berkaitan dengan kepandaian (intelegensi), ingatan (memori), kesadaran, dan pertimbanangan. Secara terperinci aktivitas tersebut dikendalikan pada daerah yang berbeda. Di depan lekuk tengah (Sulkus sentralis) terdapat daerah motor yang berfungsi mengatur gerakan sadar. Bagian paling bawah pada korteks motor mempunyai hubungan dengan kemampuan bicara. Daerah anterior pada lobus frontalis berhubungan dengan kemampuan berfikir. Di belakang (posterior) sulkus sentralis merupakan daerah sensori. Pada daerah ini berbagai sifat perasa dirasakan kemudian ditafsirkan. Daerah pendengaran (auditori) terletak pada lobus temporal. Di daerah ini kesan atas suara diterima dan diinterprestasikan. Daerah visual (penglihatan) terletak pada ujung lobus oksipetal  yang menerima bayangan dan selanjutnya bayangan itu ditafsirkan. Adapun pusat pengecap dan pembau terletak di lobus temporal bagian ujung anterior (Djamhur, 1985).

Secara struktural, sistem saraf tepi vertebrata terdiri atas saraf kranial dan saraf spinal yang berpasangan. Saraf kranial (cranial nerve) berasal dari otak yang menginervasi organ kepala dan tubuh bagian atas.Saraf spinal (spinal nerve) berasal dari sumsum tulang belakang dan menginevarsi keseluruhan tubuh.  Mamalia mempunyai 12 pasang saraf  kranial dan 31 pasang saraf spinal. Sebagian besar saraf kranial dan semua saraf spinal  mengandung neuron sensoris maupun neuron motoris; beberapa saraf kranial hanya memiliki neuron sensoris. Karena pengaturan yang kompleks dari neuron sensoris dan neuron motoris pada saraf kranial dan saraf spinal vertebrata, maka akan lebih mudah untuk membagi sistem saraf tepi menjadi hirarki komponen yang berbeda fungsi. Divisi sensoris  sistem saraf tepi tersusun atas neuron sensoris atau neuron aferen yang mengirimkan informasi dari reseptor sensoris ke sistem saraf pusat yang memonitor lingkungan eksternal dan lingkungan internal. Divisi motoris  tersusun atas neuron eferen yang mengirimkan sinyal dari sistem saraf pusat ke sel efektor (Campbell,  2004).
 
III.             PROSEDUR KERJA

 3.1. Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu:
1.      Sonde
2.      Gunting bedah
3.      Jarum pentul
4.      Cutter
5.      Pinset
6.      Baskom besar
Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu:
1.      Katak hidup
2.      Air

3.2. Langkah  Kerja
Adpun langkah kerja dalam praktikum ini yaitu:
1            Menyiapkan baskom berisi air. Lalu memasukkan 3 katak, masing-masing dengan perlakuan berbeda pada katak:
a.       Perlakuan Pertama, katak normal dimasukkan ke dalam air dalam baskom. Mengamati reaksi-reaksi seperti sikap badan, gerakkan-gerakkan spontan, keseimbangan badan, kemampuan berenang, dan frekuensi nafas, lalu mencatat reaksi-reaksi tersebut pada tabel hasil pengamatan.
b.      Perlakuan Kedua, katak di’decebrasi’, dengan cara memotong kedua gendang telinga (membran tympani yang terletak di belakang dan di bawah kedua mata), kemudian dimasukkan ke dalam air dalam baskom. Mengamati reaksi-reaksi seperti sikap badan, gerakkan-gerakkan spontan, keseimbangan badan, kemampuan berenang, dan frekuensi nafas, lalu mencatat reaksi-reaksi tersebut pada tabel hasil pengamatan.
c.       Ketiga katak spinal, yaitu didouble pithing seperti pada percobaan sebelumnya, kemudian dimasukkan ke dalam air dalam baskom. Mengamati reaksi-reaksi seperti sikap badan, gerakkan-gerakkan spontan, keseimbangan badan, kemampuan berenang, dan frekuensi nafas, lalu mencatat reaksi-reaksi tersebut pada tabel hasil pengamatan.


IV.             HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1  Hasil Pengamatan

No
Perlakuan
Sikap badan
Gerakan spontan
Keseimbangan (bangkit)
Kemampuan berenang
Frekuensi nafas
1
Katak normal
Seimbang
Cepat
Seimbang
Cepat
37/menit
2
Katak decebrasi (single phiting)
Seimbang
Tidak ada respon
Seimbang
Agak lambat
34/menit
Katak decebrasi (double  phiting)
Seimbang
Tidak ada respon
Seimbang
Agak lambat
19/menit
3
Katak spinal
Miring
Tidak reflek
Tidak seimbang
Tdk bisa berenang
2/menit

4.2  Pembahasan
Pada percobaan sistem saraf pusat dan otnom ini menggunakan katak sebagai hewan percobaan. Percobaan ini diawali dengan memasukkan katak kedalam baskom besar yang berisi air  lalu mengamati reaksi-reaksi seperti sikap badan, gerakkan-gerakkan spontan, keseimbangan badan, kemampuan berenang, dan frekuensi nafas, lalu mencatat reaksi-reaksi tersebut pada tabel hasil pengamatan. Pada katak yang pertama ini menunjukkan sikap badan yang seimbang dan mampu berenang dengan baik serta frekwensi nafasnya 37 kali/detik. Katak yang kedua, sebelum dimasukkan kedalam baskom, terlebih dahulu dilakukan single pithing pada katak sesaat setelah dilakukan single pithing. Sigle pithing yaitu menusukkan sonde kedalam Foramen occipitale yang kemudian untuk beberapa saat sonde diputar putarkan sehingga otaknya menjadi rusak sama sekali. Single pithing akan membuat katak menjadi matirasa.
lalu katak tersebut dimasukkan kedalam baskom berisi air kemudian diamati. Ternyata pada katak yang telah dilakukan single pithing keadaan badan tetap seimbang namun tidak mampu melakukan gerakan gerakan spontan dan hanya bisa berenang dengan lambat serta frekwensi nafasnya hanya 34 kali/menit. Katak yang ketiga dilakukan double pithing terlebih dahulu, kami sempat mengalami kegagalan sampai tiga kali, karena pada katak yang telah dilakukan double pithing selang beberapa waktu katak langsung mati tanpa sempat diamatai. Pada katak yang telah dilakuak double pithing ini responnya hampir sama dengan katak single pithing namun frekwensi nafasnya hanya 19 kali /menit. Selanjutnya pada katak spinal, katak ini sikap badannya miring, tidak ada respon, tidak mampu berenang dan hanya mampu bernafas 2 kali/menit sebelum akhirnya mati.

Reaksi katak setelah diberi perlakuaan decerebrasi (single pithing) memberi respon yang kurang dikarenakan otak katak yang dirusak dan bagian membrane tymphani rusak yang merupakan pusat  integrasi sensorik, dan juga sebagai pusat merelay  berbagai impuls ke daerah sensorik pada korteks  serta sebagai pusat merelay berbagai bagian otak dan serebrum. Hal yang mempengaruhi respon katak yang telah dilakukan double pithing yaitu karena otak dan sumsum tulang belakangnya yang dirusak merupakan bagian spinal dari otak yaitu medulla oblongata. Dimana pada bagian ini merupakan pusat pengaturan alat-alat visceral seperyi respirasi ,sirkulasi jantung,dan  lain – lain. Pada bagian ini, saraf cranial ke V, XII, dan VII berfungsi sebagai pusat pengaturan posisis atau kedudukan serta keseimbangan tubuh. Sehingga apabila pada bagian  inbi dirusak, maka semua koordinasi system saraf akan terhenti dan mebnyebabakan kematian.


V.  KESIMPULAN

 Dari pembahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.    Respon pada katak amat dipengaruhu oleh syaraf termasuk syaraf pusat dan otonom
2. Cara single pithing yang melumpuhkan syaraf yang ada di otak  membuat katak menjadi matirasa.
3.    Perlakuan Single pithing dan Double Pithing adalah uji mengenai kerusakan syaraf terhadap respon atau gerakan pada hewan
 
 DAFTAR PUSTAKA

Campbell Neil A. Dkk. 2004. Biologi Edisi Kel  itb.ac.id ima Jilid III.
Erlangga : Jakarta.
Djamhur, W. 1985. Fisiologi Hewan. Jakarta : Universitas Terbuka
ridwan. 2011. Syaraf.  Diunduh tanggal 21 november
2011.ridwan@sith. itb.ac.id
Widiastuti, E.L. 2002. Bahan Ajar Fisiologi Hewan 1. Bandar Lampung :
Universitas Lampung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar