Menurut Rice dan
Bihoprick (1971) dalam Bafadal (2003:5) guru profesional adalah guru yang mampu
mengelolah dirinya sendiri dalam melaksanakan tugas-tugasnya sehari-hari. Proses yang bergerak dari ketidaktahuan (ignorance)
menjadi tahu, dari ketidakmatangan (immaturity) menjadi matang, dari
diarahkan oleh orang lain(other-directedness) menjadi mengarahkan diri
sendiri (Bafadal, 2003:5). Profesionalisme
berasal dari kata bahasa inggris profesionalism yang secara leksikal
berarti sifat profesional. Orang yang
profesional memiliki sikap-sikap yang berbeda dengan orang yang tidak
profesional meskipun dalam pekerjaan yang sama atau katakanlah berada pada satu
ruang kerja. Tidak jarang pula orang
yang berlatar belakang pendidikan yang sama dan bekerja pada tempat yang sama
menampilkan kinerja profesional yang berbeda serta berbeda pula pengakuan
masyarakat kepada mereka.
Profesionalisasi merupakan proses peningkatan kualifikasi atau kemampuan
para anggota penyandang suatu profesi untuk mencapai standar ideal dari
penampilan atau perbuatan yang diinginkan oleh profesinya itu (Danim, 2002:23).
Sedangkan menurut
Soedijarto dalam Anonim (2008:2), Guru yang memiliki kompetensi profesional
perlu menguasai antara lain :
1. disiplin ilmu pengetahuan sebagai sumber bahan pelajaran,
2. bahan ajar yang diajarkan,
3. pengetahuan tentang karakteristik siswa,
4. pengetahuan tentang filsafat dan tujuan pendidikan,
1. disiplin ilmu pengetahuan sebagai sumber bahan pelajaran,
2. bahan ajar yang diajarkan,
3. pengetahuan tentang karakteristik siswa,
4. pengetahuan tentang filsafat dan tujuan pendidikan,
5. pengetahuan serta penguasaan metode dan model mengajar,
6. penguasaan terhadap prinsip-prinsip teknologi pembelajaran,
7. pengetahuan terhadap penilaian, dan mampu merencanakan, memimpin, guna
7. pengetahuan terhadap penilaian, dan mampu merencanakan, memimpin, guna
kelancaran
proses pendidikan.
Tuntutan atas berbagai kompetensi ini mendorong guru untuk memperoleh informasi
yang dapat memperkaya kemampuan agar tidak mengalami ketinggalan dalam
kompetensi profesionalnya. Dengan
kompetensi profesional tersebut, dapat diduga berpengaruh pada proses
pengelolaan pendidikan sehingga mampu melahirkan keluaran pendidikan yang
bermutu. Kompetensi guru berkaitan
dengan profesionalisme, yaitu guru yang profesional adalah guru yang kompeten
(berkemampuan). Karena itu, kompetensi profesionalisme guru dapat diartikan
sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya dengan
kemampuan tinggi (Anonim, 2008a) : 2).
Menurut INTASC
dalam Anonim (2008:1), sebuah organisasi yang didirikan sebagai respon terhadap
meningkatnya kesadaran tentang pentingnya pengetahuan profesionalisme dalam
pengajaran dan bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme guru-guru pemula,
mengembangkan 10 prinsip penting profesionalisme guru, yaitu:
1.
Penguasaan terhadap mata pelajaran. Seorang guru
seharusnya memahami konsep-konsep dasar, instrumen-instrumen untuk menguji, dan
struktur-struktur dari mata pelajaran yang diajarkan, serta dapat menciptakan
pengalaman-pengalaman belajar yang dapat membuat seluruh aspek mata pelajaran
menjadi bermakna bagi para muridnya.
2. Penguasaan terhadap belajar dan
perkembangan manusia. Para guru memahami
bagaimana anak-anak belajar dan berkembang, dan dapat menyediakan
kesempatan-kesempatan belajar yang mendukung perkembangan fisik, intelektual,
sosial, emosi, dan spiritual mereka.
3.
Penguasaan strategi pengajaran. Para guru memahami
dan menggunakan strategi pengajaran yang bervariasi untuk mendorong
perkembangan berpikir kritis, penyelesaian masalah, dan
keterampilan-keterampilan penting murid-muridnya.
4.
Adaptasi strategi pengajaran. Para guru memahami
bagaimana para siswa berbeda dalam pendekatan-pendekatannya ketika belajar
sehingga mereka menciptakan strategi-strategi pengajaran yang sesuai dengan
keragaman siswanya.
5.
Motivasi dan manajemen. Para guru menggunakan
pemahaman perilaku dan motivasi individu maupun kelompok untuk menciptakan sebuah
lingkungan belajar yang mendorong interaksi sosial yang positif, keterlibatan
yang aktif dalam belajar, dan motivasi diri.
6.
Keterampilan komunikasi. Para guru menggunakan
komunikasi verbal, nonverbal, dan media yang efektif untuk mengembangkan penyelidikan,
kolaborasi, dan interaksi yang saling mendukung di dalam kelas.
7. Perencanaan. Para guru merencanakan pengajaran berdasarkan pengetahuan
mereka tentang mata pelajaran, murid, komunitas, dan tujuan-tujuan kurikulum.
8.
Asesmen. Para guru memahami dan menggunakan
strategi-strategi asesmen yang formal maupun informal untuk mengevaluasi dan
memastikan perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosi, dan spiritual para
murid.
9.
Komitmen. Guru adalah seorang praktisi yang selalu
merefleksikan dan mengevaluasi secara terus menerus pengaruh-pengaruh dari
pilihan-pilihan dan tindakan-tindakannya terhadap orang lain (murid, orangtua,
dan profesional lain dalam komunitas pembelajaran), dan selalu aktif mencari
kesempatan-kesempatan menumbuhkan profesionalismenya.
10. Kemitraan.
Para guru mengembangkan hubungan-hubungan dengan rekan profesi, orangtua, dan pihak-pihak lain dalam
komunitas yang lebih luas untuk mendukung belajar dan kesejahteraan
murid-muridnya (Anonim, 2008b) : 1).
Mengingat tugas dan tanggung jawab guru yang begitu kompleks, maka profesi
ini memerlukan persyaratan khusus antara lain dikemukakan berikut ini.
1
Menuntut adanya keterampilan
yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam.
2
Menekankan pada suatu keahlian
dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
3
Menentukan adanya tingkat
pendidikan keguruan yang memadai.
4
Adanya kepekaan terhadap dampak
kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya.
5
Memungkinkan
perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan
(Ali dalam Usman, 2000: 14).
Sebagai pendidik,
guru harus profesional sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional bab IX pasal 39 ayat 2:
”Pendidik
merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan,
serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi
pendidikan pada perguruan tinggi”.
Seorang guru dituntut memiliki minimal lima hal untuk menjadi profesional yaitu
1. mempunyai
komitmen pada peserta didik dan proses belajarnya,
2. menguasai secara mendalam bahan/mata
pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada peserta didik,
3. bertanggung jawab memantau hasil belajar
peserta didik melalui berbagai cara evaluasi,
4. mampu berpikir sistematis tentang apa yang
dilakukannya dan belajar dari pengalamannya,
5. seyogyanya merupakan bagian dari
masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya (Supriyadi dalam Mulyasa, 2006:
11).
Menurut Glickman dalam Mulyasa (2006: 13) guru profesional memiliki dua
ciri yaitu tingkat kemampuan yang tinggi dan komitmen yang tinggi. Oleh sebab itu, pembinaan profesionalisme
guru harus diarahkan pada dua hal tersebut.
Dalam rangka peningkatan kemampuan profesionalisme guru, perlu dilakukan
sertifikasi dan uji kompetensi secara berkala agar kinerjanya terus meningkat
dan tetap memenuhi syarat profesional.
Di masa depan, profil kelayakan guru akan ditekankan pada aspek-aspek
kemampuan membelajarkan siswa, dimulai dari menganalisis merencanakan atau
merancang, mengembangkan, mengimplementasikan, dan menilai pembelajaran yang
berbasis pada penerapan teknologi pendidikan.
Untuk kepentingan tersebut diperlukan suatu kebijakan pendidikan dalam
rangka mengembangkan kompetensi guru menuju pada keprofesionalan, serta pedoman
kebijakan teknis yang dapat membantu bidang pendidikan yang berisi panduan
untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru untuk dapat dilaksanakan
disetiap wilayah propinsi di seluruh indonesia.
Sehubungan dengan itu, pemerintah sedang melaksanakan trobosan dalam
meningkatkan kualitas profesionalisme guru tersebut, antara lain melalui
standar kompetensi dan sertifikasi guru (Mulyasa, 2006 :13).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar