SYARAF PUSAT DAN OTONOM
(Laporan
Praktikum Fisiologi Hewan)
Oleh
Robbin Yama Shita
1113024060
PENDAHULUAN
1.1.Latar
belakang
Gerak
pada hewan karena dipengaruhi oleh sistem saraf. Hal ini dapat terjadi apabila
sebuah rangsangan (impuls) dapat respon oleh system saraf pusat lalu diteruskan
ke otot hingga terciptalah sebuah gerakan. Sistem saraf mengkoordinasi gerakan yang dilakukan oleh
otot agar menjadi suatu gerakan yang terkoordinasi. Oleh karena itu gerak yang
ditimbulkan dapat dilihat sedemikian rupa sehingga terlihat adanya suatu
aktivitas. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan sum-sum
tulang belakang.
Pemahaman tentang
syaraf pusat dan otonom pada hewan diharapkan akan semakin di fahami setelah
dilakuakan percobaan ini, maka pada percobaan kali ini akan coba dipelajari
mengenai syaraf pusat dan otonom pada hewan.
1.2.Tujuan
percobaan
Adapun tujuan dari
percobaan ini yaitu:
a. Mempelajari
fungsi dari bagian-bagian susunan syaraf pusat.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem saraf
manusia terbagi atas sistem saraf tepi dan sistem saraf pusat. Yang dimaksud
dengan sistem saraf tepi (peripheral nervoussystem) adalah semua
serabut saraf yang berada diluar otak atau sumsum belakang. Yang dimaksud
dengan sistem saraf pusat (central nervoussystem) adalah bagian yang
mengatur keIja saraf tepi yang terdapat di otak (brain), batang otak (brainstem),
dan sumsum belakang (sPinal corr!).Otak itu sendiri terdiri dari 2
bagian besar, yaitu otak besar (cerebrum) dan otak kedl (cerebellum)
Sel syaraf memiliki dua sifat dasar yaitu:
1. Iritabilitas yaitu kemampuan memberikan respon apabila terdapat
rangsangan. Umumnya berkembang pada ujung syaraf sensoris dan reseptor yang
mampu mendeteksi perubahan lingkungan
2. Konduktivitas yaitu kemampuan untuk menghantarkan impuls atau gelombang
iritabilitas (Ridwan,2011)
Sel saraf merupakan sel yang cukup besar dan panjang
dibandingkan sel-sel lainnya dalam tubuh hewan. Dimulai dari ujung jari hingga
ke pusat saraf (sum-sum tulang belakang). Berdasarkan morfologi sel saraf,
bagian-bagian sel terdiri dari dendrit, badan sel dengan intinya, akson dengan
nodus ranvier dan lapisan myelin serta neurit. Berdasarkan tipe morfologi
sel-sel saraf, ada empat macam sel saraf yaitu, bipolar, unipolar, multipolar
dan interneuron. Bentuk morfologi sel-sel saraf ini tergantung pada fungsinya (
Widiastuti, 2002).
Otak
depan merupakan pusat saraf utama, karena memiliki fungsi yang penting dalam
pengaturan semua aktivitas tubuh, khususnya berkaitan dengan kepandaian
(intelegensi), ingatan (memori), kesadaran, dan pertimbanangan. Secara
terperinci aktivitas tersebut dikendalikan pada daerah yang berbeda. Di depan
lekuk tengah (Sulkus sentralis) terdapat daerah motor yang berfungsi mengatur
gerakan sadar. Bagian paling bawah pada korteks motor mempunyai hubungan dengan
kemampuan bicara. Daerah anterior pada lobus frontalis berhubungan dengan
kemampuan berfikir. Di belakang (posterior) sulkus sentralis merupakan daerah
sensori. Pada daerah ini berbagai sifat perasa dirasakan kemudian ditafsirkan.
Daerah pendengaran (auditori) terletak pada lobus temporal. Di daerah ini kesan
atas suara diterima dan diinterprestasikan. Daerah visual (penglihatan)
terletak pada ujung lobus oksipetal yang
menerima bayangan dan selanjutnya bayangan itu ditafsirkan. Adapun pusat
pengecap dan pembau terletak di lobus temporal bagian ujung anterior (Djamhur,
1985).
Secara struktural, sistem saraf tepi vertebrata terdiri
atas saraf kranial dan saraf spinal yang berpasangan. Saraf kranial (cranial
nerve) berasal dari otak yang menginervasi organ kepala dan tubuh bagian
atas.Saraf spinal (spinal nerve) berasal dari sumsum tulang belakang dan
menginevarsi keseluruhan tubuh. Mamalia
mempunyai 12 pasang saraf kranial dan 31
pasang saraf spinal. Sebagian besar saraf kranial dan semua saraf spinal mengandung neuron sensoris maupun neuron
motoris; beberapa saraf kranial hanya memiliki neuron sensoris. Karena
pengaturan yang kompleks dari neuron sensoris dan neuron motoris pada saraf
kranial dan saraf spinal vertebrata, maka akan lebih mudah untuk membagi sistem
saraf tepi menjadi hirarki komponen yang berbeda fungsi. Divisi sensoris sistem saraf tepi tersusun atas neuron
sensoris atau neuron aferen yang mengirimkan informasi dari reseptor sensoris
ke sistem saraf pusat yang memonitor lingkungan eksternal dan lingkungan
internal. Divisi motoris tersusun atas
neuron eferen yang mengirimkan sinyal dari sistem saraf pusat ke sel efektor
(Campbell, 2004).
III.
PROSEDUR KERJA
3.1. Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan
dalam praktikum ini yaitu:
1.
Sonde
2.
Gunting bedah
3.
Jarum pentul
4.
Cutter
5.
Pinset
6.
Baskom besar
Adapun
bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu:
1. Katak hidup
2. Air
3.2. Langkah Kerja
Adpun
langkah kerja dalam praktikum ini yaitu:
1
Menyiapkan baskom berisi air. Lalu memasukkan 3 katak,
masing-masing dengan perlakuan berbeda pada katak:
a.
Perlakuan Pertama,
katak normal dimasukkan ke dalam air dalam baskom. Mengamati reaksi-reaksi
seperti sikap badan, gerakkan-gerakkan spontan, keseimbangan badan, kemampuan
berenang, dan frekuensi nafas, lalu mencatat reaksi-reaksi tersebut pada tabel
hasil pengamatan.
b.
Perlakuan Kedua,
katak di’decebrasi’, dengan cara memotong kedua gendang telinga (membran
tympani yang terletak di belakang dan di bawah kedua mata), kemudian dimasukkan
ke dalam air dalam baskom. Mengamati reaksi-reaksi seperti sikap badan,
gerakkan-gerakkan spontan, keseimbangan badan, kemampuan berenang, dan
frekuensi nafas, lalu mencatat reaksi-reaksi tersebut pada tabel hasil
pengamatan.
c.
Ketiga katak
spinal, yaitu didouble pithing seperti pada percobaan sebelumnya, kemudian
dimasukkan ke dalam air dalam baskom. Mengamati reaksi-reaksi seperti sikap
badan, gerakkan-gerakkan spontan, keseimbangan badan, kemampuan berenang, dan
frekuensi nafas, lalu mencatat reaksi-reaksi tersebut pada tabel hasil
pengamatan.
IV.
HASIL PENGAMATAN DAN
PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Pengamatan
No
|
Perlakuan
|
Sikap badan
|
Gerakan spontan
|
Keseimbangan (bangkit)
|
Kemampuan berenang
|
Frekuensi
nafas
|
1
|
Katak normal
|
Seimbang
|
Cepat
|
Seimbang
|
Cepat
|
37/menit
|
2
|
Katak decebrasi (single phiting)
|
Seimbang
|
Tidak ada respon
|
Seimbang
|
Agak lambat
|
34/menit
|
Katak decebrasi (double
phiting)
|
Seimbang
|
Tidak ada respon
|
Seimbang
|
Agak lambat
|
19/menit
|
|
3
|
Katak spinal
|
Miring
|
Tidak reflek
|
Tidak seimbang
|
Tdk bisa berenang
|
2/menit
|
4.2 Pembahasan
Pada percobaan
sistem saraf pusat dan otnom ini menggunakan katak sebagai hewan percobaan.
Percobaan ini diawali dengan memasukkan
katak kedalam baskom besar yang berisi air lalu
mengamati reaksi-reaksi seperti sikap badan, gerakkan-gerakkan spontan,
keseimbangan badan, kemampuan berenang, dan frekuensi nafas, lalu mencatat
reaksi-reaksi tersebut pada tabel hasil pengamatan. Pada katak yang pertama ini
menunjukkan sikap badan yang seimbang dan mampu berenang dengan baik serta
frekwensi nafasnya 37 kali/detik. Katak yang kedua, sebelum dimasukkan kedalam
baskom, terlebih dahulu dilakukan single pithing pada katak sesaat setelah
dilakukan single pithing. Sigle pithing yaitu
menusukkan sonde
kedalam Foramen occipitale yang kemudian untuk beberapa saat sonde diputar
putarkan sehingga otaknya menjadi rusak sama sekali. Single pithing akan
membuat katak menjadi matirasa.
lalu
katak tersebut dimasukkan kedalam baskom berisi air kemudian diamati. Ternyata
pada katak yang telah dilakukan single pithing keadaan badan tetap seimbang
namun tidak mampu melakukan gerakan gerakan spontan dan hanya bisa berenang
dengan lambat serta frekwensi nafasnya hanya 34 kali/menit. Katak yang ketiga
dilakukan double pithing terlebih dahulu, kami sempat mengalami kegagalan
sampai tiga kali, karena pada katak yang telah dilakukan double pithing selang
beberapa waktu katak langsung mati tanpa sempat diamatai. Pada katak yang telah
dilakuak double pithing ini responnya hampir sama dengan katak single pithing
namun frekwensi nafasnya hanya 19 kali /menit. Selanjutnya pada katak spinal,
katak ini sikap badannya miring, tidak ada respon, tidak mampu berenang dan
hanya mampu bernafas 2 kali/menit sebelum akhirnya mati.
Reaksi
katak setelah diberi perlakuaan decerebrasi (single pithing) memberi respon
yang kurang dikarenakan otak katak yang dirusak dan bagian membrane tymphani
rusak yang merupakan pusat integrasi
sensorik, dan juga sebagai pusat merelay
berbagai impuls ke daerah sensorik pada korteks serta sebagai pusat merelay berbagai bagian
otak dan serebrum. Hal yang mempengaruhi respon katak yang telah dilakukan
double pithing yaitu karena otak dan sumsum tulang belakangnya yang dirusak
merupakan bagian spinal dari otak yaitu medulla oblongata. Dimana pada bagian
ini merupakan pusat pengaturan alat-alat visceral seperyi respirasi ,sirkulasi
jantung,dan lain – lain. Pada bagian
ini, saraf cranial ke V, XII, dan VII berfungsi sebagai pusat pengaturan
posisis atau kedudukan serta keseimbangan tubuh. Sehingga apabila pada bagian inbi dirusak, maka semua koordinasi system saraf
akan terhenti dan mebnyebabakan kematian.
V.
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Respon pada katak amat dipengaruhu oleh syaraf termasuk
syaraf pusat dan otonom
2. Cara
single pithing yang melumpuhkan syaraf yang
ada di otak membuat katak menjadi matirasa.
3. Perlakuan Single pithing dan Double Pithing adalah uji
mengenai kerusakan syaraf terhadap respon atau gerakan pada hewan
DAFTAR PUSTAKA
Campbell
Neil A.
Dkk. 2004. Biologi Edisi Kel itb.ac.id ima Jilid III.
Erlangga :
Jakarta.
Djamhur, W. 1985. Fisiologi Hewan. Jakarta : Universitas
Terbuka
ridwan. 2011. Syaraf. Diunduh tanggal 21 november
2011.ridwan@sith.
itb.ac.id
Widiastuti, E.L.
2002. Bahan Ajar Fisiologi Hewan 1.
Bandar Lampung :
Universitas
Lampung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar